Kota Jambi (ANTARA) - Pagi sekali, udara dingin masih menari dan menggigit dikulit, sekelompok orang menuju arah kawasan susunan bata merah yang tak jauh dari kawasan pinggiran sungai Batanghari itu.
Sekelompok orang datang dari ibukota dan ada dari sejumlah perwakilan negara, ternyata adalah awak media.
Rombongan itu, rupanya ada agenda khusus di Kawasan Candi Budaya Nasional (KCBN) Muaro Jambi yang berjarak sekitar 60 menit perjalanan darat menggunakan bus dari Bandara Sultan Thaha.
Perlahan sang surya mulai muncul menghangatkan bumi, rombongan tour dibawa pimpinan Direktorat Jenderal Promosi Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia berlahan mulai bergerak dari tempat duduknya di museum Suvarnadvipa.
Mereka menggunakan buggy car menuju titik kumpul untuk eksplore asset sejarah tersebut. Dan puluhan sepeda listrik sudah berjejer menunggu peserta tour.
Setelah semua peserta kumpul, rombongan langsung menyusuri jalan selebar 1,5 meter yang dihampar batu kerikil menuju Candi Kedaton menaiki sepeda listrik.
Sebab, tidak akan kuat kaki mengelilingi kawasan seluas 3.981 hektare itu, maka mesti menggunakan kendaraan seperti sepeda listrik yang disediakan pengelola.
Komplek percandian merupakan sejarah panjang peradaban tinggi yang pernah tumbuh di pulau Swarna Dwipa (Pulau Sumatera), harus dijaga dan dilestarikan. Maka moda transportasi berbasis ramah lingkungan.
Sebab, pemerintahan telah mengupayakan merestorasi reruntuhan candi menjadi bangunan utuh sebagai simbol peradaban. Tercatat dari 82 reruntuhan bangunan kuno berhasil diidentifikasi, sebanyak 11 kompleks percandian utama telah direstorasi termasuk kanal dan kolam kuno yang menghubungkan dengan Sungai Batanghari.
Hal ini membuktikan bahwa masyarakat saat zaman itu memiliki kecanggihan dalam teknik sipil, tata air, dan arsitektur. Candi Muara Jambi adalah bukti kemampuan adaptasi budaya, semangat multikulturalisme, dan toleransi antaragama yang sangat tinggi, terutama antara agama Buddha dan Hindu pada abad ke-7 hingga ke-14.
Dari museum ke candi itu jarak tidak terlalu jauh sekitar 600 meter rombongan pun tiba ditempat kegiatan puncak Waisak 2569 BE (Buddhist Era).
Di sana, umat Buddha dan masyarakat umum telah berkumpul mengikuti acara keagamaan, termasuk rombongan hadir menyaksikan langsung prosesi Waisak.
Setelah menyimak prosesi Waisak, rombongan melanjutkan kegiatan tour panjang melihat langsung candi-candi di dalam komplek tersebut.
Menuju Warisan Dunia
Peninggalan sejarah ini tentu tak sekadar untuk menjaga dan merestorasi reruntuhan batu bata saja. Keberadaannya saat ini bisa menjadi magnet bagi wisatawan untuk mengetahui dan melihat lebih dekat.
Supaya masyarakat luas tahu dipandang penting langkah promosi sehingga bisa menjadi destinasi wisata sejarah di Provinsi Jambi.
Karenanya misi membawa rombongan yang melibatkan awak media asing dan nasional serta media lokal supaya muncul beragam sudut pandang yang nantinya bisa banyak muncul publikasi dibanyak media.
Langkah lain pemerintah melalui UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Kementerian Kebudayaan RI turut mendukung kawasan percandian Muarajambi untuk diakui oleh Unesco sebagai situs warisan dunia.
Saat ini, kawasan ini telah masuk dalam Tentative List Warisan Dunia Unesco. Ini adalah kesempatan besar dan sekaligus tanggung jawab kita semua untuk mendorong pengakuan dunia terhadap pentingnya situs ini.
Pengakuan Muaro Jambi sebagai bagian dari Warisan Budaya Dunia oleh Unesco, bukan hanya kebanggaan lokal, tetapi juga kebanggaan nasional dan global.
Disela-sela tour promosi KCBN Muarajambi, staf khusus Menteri Kebudayaan Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional Annisa Rengganis mengatakan, status tersebut membawa tanggung jawab besar dalam melestarikan dan mempromosikan warisan budaya ini.
Dalam konteks globalisasi dan perubahan dunia saat ini, warisan budaya seperti Muarajambi tidak hanya penting sebagai identitas, tetapi juga sebagai modal diplomasi kebudayaan Indonesia.
Kegiatan tour promosi menjadi wujud nyata implementas tugas Direktorat Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan, sebagaimana diamanatkan dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2024.
Melalui program ini, kata dia, ada narasi besar yang diusung Kementerian Kebudayaan, Indonesia sebagai “Ibukota Kebudayaan Dunia”, sebagai pusat peradaban tertua, pusat keberagaman Mega Diversity.
“Bangsa kita ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia tidak hanya kaya akan budaya, tapi juga siap menjadi mitra global dalam menjawab tantangan zaman mulai dari isu perubahan iklim, krisis identitas budaya, hingga disrupsi teknologi,”ujarnya.
Gastronomi KCBN Muarajambi
Keberadaan kawasan KCBN di Muaro Jambi bukan hanya sekadar susunan batu bara jaman dulu, tetapi ada kehidupan masyarakat disana.
Masyarakat dan Candi disitu telah lama “bersetubuh”, mereka seakan menyatu dan saling memiliki keterkaitan, nuansa itu sangat kentara.
Hal itu membuktikan masyarakat desa penyangga candi Muarajambi ingin kawasan itu tetap lestari dan menjadi bukti tak tergantikan peradaban Jambi.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kementerian menyertakan gastronomi Jambi dalam promosi ini. Maka tak luput pula dalam perjalanan melihat kawasan percandian itu, pengunjung bisa menikmati sajian kuliner kas masyarakat penyangga kawasan KCBN Muarajambi.
Makanan adalah bagian penting dari warisan tak benda yang mencerminkan filosofi hidup, interaksi antarbudaya, serta kesinambungan tradisi.
Terdapat lebih dari 50 masakan khas yang semua bahan bakunya berasal dari hasil bumi masyarakat sekitar kawasan. Sebut saja Cegau ubi, Ikan bakar Haruan, Rempah ratus belut, Aruk-aruk timun hingga pucuk rotan.
Makanan itu hanya sebagian contoh kecil dari puluhan makanan lokal yang diberdayakan oleh Komunitas Pasar Dusun Karet (Paduko).
Seperti halnya Seloko Jambi yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Hingga sekarang, berhasil mengumpulkan 400 jenis seloko yang didominasi petuah adat dan pantun klasik.
Hal ini sekaligus bukti, bahwa masyarakat pada zamannya memiliki kemampuan menghafal dengan baik, tanpa catatan seloko tetap lestari hingga kini.
Semua tersebar di Desa Muaro Jambi, Danau Lamo, Dusun Baru, Dusun Mudo, Tebat Patah, Teluk Jambu, Kemingking Dalam dan Kemingking Luar. Sebagai delapan desa penyangga kawasan candi. Bahkan pemuka delapan desa ini membuat regulasi lokal secara bersama untuk menjaga lingkungan kawasan itu.
Masyarakat boleh mengelola dan memanfaatkan tumbuhan didalam kawasan candi secara wajar untuk kebutuhan keluarga. Hamparan luas tentu menyuguhkan kekayaan hayati contohnya jenis tumbuhan, di dalam komplek percandian ini sangat banyak ditemukan tumbuhan tentu memiliki nilai ekonomi.
Sebut saja, pohon Tembesu, Bulian, Sialang, Pucuk Putat, Bungur, termasuk pohon jenis duku dan duren terhampar hijau nan anggun sebagai penyejuk suasana.
Melalui kegiatan tour promosi pemerintah ingin memperkenalkan dan mengangkat kembali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam warisan budaya Muarajambi.
Dengan tema “The Center of Buddha” ingin menekankan posisi penting kawasan ini sebagai pusat spiritual dan pendidikan Buddha dimasa lampau yang kini menjadi inspirasi bagi pembangunan budaya dan pariwisata berbasis kearifan lokal.
Konsep Museum Suvarnadvipa
Baru rampung dibangun dengan memanfaatkan lahan 27 hektare dan memiliki fasilitas seperti bangunan Tourist Information Center (ITC) bangunan Santi Rupa dan Ananda.
Serta penunjang mencakup ruang kelas, laboratorium, storage, UMKM, souvenir shop, komunitas, kantor pengelola, masjid dan utilitas.
Agus Widiatmoko, satu diantara banyak sosok yang mendukung pelestarian kebudayaan adat istiadat termasuk peninggalan sejarah masa lalu berupa candi dan barang turutannya.
Dalam pandangan dan proyeksi dia kedepan, museum Suvarnadvipa ini bukan hanya sekedar living museum konsep melibatkan masyarakat dan tradisi yang masih hidup untuk memperkenalkan dan melestarikan.
Lebih dari itu, museum ini kelak akan menjadikan candi Muarajambi sebagai peradaban tua yang diakui oleh dunia.
Kelak tempat ini menjadi tuntutan belajar bagi akademisi, pemerhati dan farmasi.
Baru baru ini keberadaan Museum Suvarnadvipa mulai dikenalkan ke masyarakat melalui even yang menyedot ribuan pengunjung mendatangi KCBN Muarajambi.
Hal itu menjadi penanda, kolaborasi mengenalkan kawasan tersebut semakin masif dilakukan oleh pihak-pihak yang peduli terhadap pelestarian nilai budaya.
Tantangan berat ditengah program efisiensi anggaran pemerintah sepertinya beban itu sedang di pikul Agus Widiatmoko, manusia super yang ikut merawat dan mengembangkan KCBN Muarajambi sejak tahun 1996 hingga sekarang (dipotong melanjutkan S3 dan pindah tugas sementara di Kemendikbudristek sampai November 2019).
Kerja keras sang 'maestro' ini sangat berat, selain menyatukan serpihan candi. Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V ini harus menyatukan masyarakat penyangga sekitar kawasan candi dengan berbagai ego dan kepentingan.
Berlahan tapi pasti, semua itu bisa dilaksanakan dengan baik berkat ketekunannya. Pasca revitalisasi besar-besaran dan menghadapi program efisiensi anggaran dari pusat, Agus Widiatmoko mengaku KCBN Muarajambi siap menerima kunjungan wisatawan domestik dan Internasional.
Program tour promosi KCBN ini hakikatnya memiliki manfaat besar mendatangkan wisatawan melalui penyebaran informasi media asing dan nasional, sehingga berdampak luas bagi perputaran ekonomi melalui kunjungan wisata…Semoga!.***